Renungan Masa Raya Natal: Pelita Di Tengah GulitaSampel

Renungan Masa Raya Natal: Pelita Di Tengah Gulita

HARI KE 5 DARI 8

Malam Natal

“Seruan Pembebasan“

Lukas 2:1-20

Gegap gempita Natal sangatlah menyenangkan. Bahkan di Indonesia kesan akan Natal yang berwarna dan menggembirakan juga terbersit dalam benak mereka yang tidak memeluk agama Kristen. Lagu-lagu syahdu dan bermelodi riang diputar dimana-mana. Kehangatan keluarga dan indahnya masa liburan menjadi imajinasi yang muncul seketika. Sungguh menggembirakan! Namun bagaimana kalau ada dimensi lain dalam Natal. Ia tidak hanya menghadirkan kegembiraan, melainkan juga gelora semangat yang dikobarkan oleh berita pembebasan dari Allah. Tirani yang merongrong dan menekan manusia akan segera digantikan oleh kuasa Sang Khalik yang Maha Adil. Mereka yang sombong dan mengandalkan kuasanya akan dijungkirbalikkan oleh Sang Mesias. Sementara itu yang selama ini tertindas dan dikucilkan akan mendapatkan tempat dalam Kerajaan-Nya.

Setidaknya pesan tersebut bergema dengan lantang dalam Injil Lukas yang begitu apik dan imajinatif saat menggambarkan rangkaian kisah tentang Yesus. Mengenai kelahiran Yesus, Lukas mengambil sebuah sudut pandang yang berbeda dari Matius. Lukas mengisahkan tentang Zakaria dan Elisabet, orangtua Yohanes Pembaptis. Dari Lukas kita tahu kisah datangnya malaikat Gabriel yang membuat Maria mengandung, hingga kepada pemberitaan malaikat pada para gembala. Selain itu kita akan selalu dibuat terngiang-ngiang akan penantian Simeon dan Hana yang mengharukan.

Pada bacaan kita kali ini, terlihat cara Lukas untuk menjelaskan peristiwa sebelum kelahiran Yesus. Keluarga kudus itu dipaksa untuk pergi dari Nazaret ke Betlehem, kota asal Yusuf. Alasan “hijrah” keluarga tersebut karena Kaisar Agustus mengeluarkan perintah agar dilangsungkan sensus di seluruh dunia. Peristiwa itu terjadi tepatnya ketika Kirenius menjadi gubernur di Siria. Seluruh dunia yang dimaksudkan disini adalah seluruh kekuasan Romawi yang sangat masif itu. Kala itu romawi tengah mencapai kejayaan dan kemakmuran luar biasa, sayangnya dicapai dengan cara yang represif dan menindas bangsa-bangsa termasuk orang-orang Yahudi.

Berita tentang kedigdayaan kekaisaran Romawi yang bisa memaksa seluruh penduduk “dunia” melakukan mobilitas masal untuk sensus, disandingkan dengan pewartaan kelahiran Sang Mesias kepada saksi pertama yakni para gembala. Pilihan Lukas ini sangat menarik mengingat bahwa “gembala” sering dipandang sebagai kelompok masyarakat yang tidak jujur dan berada di luar hukum Taurat. Menurut catatan sejarah, para Rabi bahkan mengeluarkan kelompok ini dari peradilan agama, karena dinilai tidak jujur. Mereka adalah representasi dari wong cilik (orang kecil) atau orang yang lemah secara sosial, ekonomi, maupun politik. Sepertinya Lukas memang hendak membuat pesan subversif sedari awal Injilnya bahwa Mesias hadir untuk mereka yang tersisihkan dan berpihak kepada mereka yang miskin secara sosial, ekonomi, bahkan spiritual.

Warta gembira justru disampaikan kepada para gembala. Malaikat dan bala tentara surgawi berseru kepada para gembala, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk segala bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias, Tuhan, di kota Daud (ay. 11).” Pemberitaan tentang lahirnya Mesias yang telah lama dinantikan itu dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Allah oleh bala tentara surgawi, “Kemuliaan bagi Allah di tempat Yang Maha Tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Kalimat terakhir dalam bahasa latin dikenal dalam istilah “Gloria in excelsis Deo et in terra pax hominibus bonae voluntatis.” Pesan malaikat itu menegaskan kepada kita bahwa Sang Mesias itu telah hadir, Ia adalah Tuhan (Yun: Kyrios, harfiah: Tuan) yang paling berkuasa. Ia sendirilah yang membawa damai sejahtera abadi.

Menarik untuk melihat terjemahan dalam bahasa latin, yang diterjemahkan sebagai kata damai adalah Pax. Masa itu imperium Romawi tengah mencapai masa kedamaian dan kemajuan atau yang dikenal dengan istilah Pax Romana atau “Kedamaian Romawi” yang dicapai setelah bertahun-tahun masa penaklukkan, kekerasan, dan pendudukan. Kaisar Agustus yang disebutkan di Lukas 2:1 bahkan dikenal sebagai “sang pembawa damai”, sebuah altar didirikan untuk menghormatinya. Kota-kota romawi menyerukannya sebagai “penyelamat seluruh dunia.” Disinilah Lukas menyampaikan pesannya dengan cerdik. Ironi ganda digunakannya, penyelamat dunia bukanlah sang kaisar yang mencapai “damai” melalui kekerasan, penindasan, serta penjajahan. Penyelamat sejati adalah Sang Mesias yang membawa damai sejahtera kekal melalui kehadiran-Nya di dunia. Ia adalah Tuhan tetapi sekaligus Sang Tuan atas semesta.

Bukankah pesan Lukas inilah yang sungguh kita butuhkan untuk merefleksikan malam Natal tahun ini. Mari mengingat kondisi bangsa ini dan juga berbagai belahan dunia yang dicabik-cabik oleh berbagai ketidakstabilan ekonomi, politik, dan sosial. Segelintir orang begitu semena-mena menyelewengkan kekuasaan dan memperkaya golongannya sendiri. Masyarakat pada umumnya sama sekali tidak mendapatkan akses kepada sumber daya dan seolah dipaksa untuk menjadi miskin. Banyak orang merasa gelisah dan seruan protes terus dikumandangkan. Betapa melegakannya untuk mengingat bahwa dalam perjuangan mencapai keadilan tersebut sesungguhnya kita tidak sendirian. Sang Mesias yang lahir ribuan tahun silam sedari awal telah menyatakan keberpihakan-Nya kepada mereka yang miskin, tertindas, dan terpinggirkan. Maka Ia membersamai kita dalam perjuangan untuk menyerukan keadilan. Pada sisi lainnya kehadiran-Nya juga mengingatkan kita untuk terus meletakkan pengharapan hanya kepada Tuhan. Damai sejahtera-Nya telah hadir, akan hadir, dan selalu hadir. Menyibakkan terang bagi dunia yang tengah dirundung kegelapan.

Pertanyaan reflektif:

Menurut Saudara, bagaimanakah kita dapat memaknai damai sejahtera yang dibawa oleh Kristus dalam konteks dunia saat ini?

Firman Tuhan, Alkitab

Tentang Rencana ini

Renungan Masa Raya Natal: Pelita Di Tengah Gulita

Di tengah keresahan dan bayangan kegelapan dunia, terang Kristus tetap hadir sebagai sumber pengharapan. Masa Adven mengajak kita menata hati, menapaki perjalanan rohani menyambut Sang Terang sejati—bukan sekadar menghitung hari menuju Natal, tetapi menyiapkan batin agar Kristus lahir dalam hidup yang sering diliputi gelap. Melalui Renungan Masa Raya Natal, kita diajak menapaki perjalanan iman di masa Adven, Natal, hingga Tahun Baru, dari gulita menuju terang. Renungan ini menjadi undangan untuk menghidupi terang Kristus kini dan di sini, sebab di mana Kristus hadir, di sanalah kegelapan dikalahkan oleh kasih sejati.

More

Kami mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Alkitab Indonesia (Indonesian Bible Society) yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.alkitab.or.id